BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di era modern ini,
persaingan usaha menjadi semakin bebas dan ketat. Persaingan yang terjadi tidak
hanya melibatkan pelaku bisnis dalam negeri, tetapi juga melibatkan pelaku
bisnis dari luar negeri yang semakin bebas dan leluasa memasarkan produk di
Indonesia.Hal tersebut memaksa perusahaan untuk dapat menemukan solusi yang
tepat guna dapat bertahan di pasar dan mencapai tujuan perusahaan. Tujuan umum
dari sebuah bisnis atau perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan dan
memaksimalkan kekayaan pemegang saham atau menghasilkan profit bagi para
pemegang saham baik perusahaan
tersebut bergerak dalam
bidang jasa maupun
produksi. Kegiatan memaksimalkan
kekayaan tersebut dapat diartikan juga sebagai kegiatan mencari keuntungan guna
dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Mendapatkan keuntungan atau
laba dan
besar kecilnya laba
sering menjadi ukuran
kesuksesan suatu perusahaan.
Menurut Kamaludin (2012, hal 40) kinerja
keuangan suatu perusahaan
dapat dinilai dengan menggunakan beberapa alat analisis
keuangan, salah satunya yaitu laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan beberapa
rasio keuangan seperti rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio
leverage dan lain-lain.
Laporan keuangan perusahaan
merupakan salah satu
sumber informasi yang
penting disamping informasi
lain seperti informasi
industri, kondisi perekonomian,
pangsa pasar perusahaan, kualitas manajemen dan lainnnya.
Namun pengukuran dengan
menggunakan analisis rasio keuangan memiliki
kelemahan yaitu tidak
memperhatikan biaya modal
dalam perhitungannya. Sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan
telah menciptakan nilai atau tidak. Analisis rasio keuangan juga dapat memberikan
kesimpulan yang tidak akurat, dikarenakan
perhitungannya hanya melihat
hasil akhir yakni
laba perusahaan tanpa memperhatikan risiko yang dihadapi perusahaan.
Untuk memperbaiki
kelemahan pada analisis rasio keuangan, para ahli kemudian mengembangkan metode lain
sebagai alternatif agar dapat
menunjukkan seluruh komponen
harapan keuntungan yang
terukur dalam biaya
modal yang disebut
EVA ( economic value added).
Menurut Rudianto (2006) dalam Syahlina (2013), EVA
adalah suatu sistem
manajemen keuangan untuk mengukur laba
ekonomi dalam suatu
perusahaan, yang menyatakan
bahwa kesejahteraan hanya dapat
terwujud jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi ( operating cost)
dan biaya modal (cost of capital).
Selain EVA,
ada pendekatan lain
yang dapat digunakan
guna mengukur kinerja perusahaan yang
didasarkan pada nilai
pasar. Perhitungan pada
nilai pasar tersebut
dikenal dengan istilah MVA (Market Value Added). MVA adalah perbedaan
antara nilai pasar saham perusahaan
dengan jumlah ekuitas
modal investor yang telah diberikan
(Brigham: 2006, hal 68 dalam
Syahlina 2013).
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Syahlina L.Y (2013)
tentang Analisis Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan Metode Eva (Economic Value
Added) Dan Mva (Market Value Added) Pada Perusahaan Tambang Batubara Yang
Listing di Bursa Efek Indonesia. Hasil
penelitian Peningkatan atau penurunan
nilai EVA dipengaruhi
oleh besarnya biaya modal yang
dikeluarkan perusahaan. Sedangkan peningkatan atau penurunan MVA dipengaruhi
oleh jumlah saham yang beredar dan
harga saham. Selain
itu, faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
atau penurunan EVA
dan MVA adalah kondisi perekonomian
global pasca krisis
di kawasan Uni
Eropa yang berdampak pada
penurunan permintaan dan
harga jual batubara. Oleh
karena itu, masing-masing
perusahaan harus bisa melaksanakan kegiatan
operasinya secara efektif
dan efisien serta menunjukkan kinerja
terbaiknya dalam berbagai
hal, termasuk dalam hal
menjaga kualitas produksi
batubara sehingga dampak krisis global dapat diminimalisir.
Selain itu, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Devi R.A (2014)
tentang PERBANDINGAN ANTARA ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN RETURN ON ASSETS
(ROA) DALAM MENILAI KINERJA PERUSAHAAN (Studi kasus pada perusahaan rokok go
publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2012). Hasil
penelitian menunjukkan semakin besar nilai ROA maka akan semakin baik, karena
rasio ini menunjukan kinerja
perusahaan yang semakin
efektif karena tingkat
pengembaliannya yang besar.
Selain itu, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ermawati (2011) meneliti tentang Analisis Economic Value Added (EVA) dan Market
Value Added (MVA) sebagai Alat Pengukur Kinerja Keuangan PT SA. Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa Nilai
EVA PT. SA pada tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Penurunan ini
disebabkan oleh perubahan-perubahan nilai komponen-komponen EVA. Komponenkomponen
EVA terdiri dari Net Operating After
Tax (NOPAT) dan Cost of Capital (COC). Yang dimaksud dengan NOPAT yaitu laba
operasi bersih sesudah pajak, sedangkan COC adalah
semua biaya yang
secara riil dikeluarkan
oleh perusahaan dalam rangka mendapatkan sumber
dana baik yang
berasal dari hutang,
saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan
untuk membiayai investasi
perusahaan.
Pada kesempatan ini,
yang akan dijadikan objek ialah perusahaan
di Indonesia yang bergerak di
industri rokok. Dewasa ini, industri rokok di Indonesia dapat dikatakan masih potensial,
mengingat saat ini Indonesia
menjadi negara dengan
jumlah perokok terbesar
ketiga di dunia dengan
total mencapai 66 juta jiwa perokok aktif. Peningkatan jumlah konsumsi
rokok dari tahun ke tahun tersebut membuat para produsen rokok saling
berlomba untuk merebut
pangsa pasar yang
ada. Disamping itu, kenaikan
cukai, pergeseran minat perokok
yang mulai meninggalkan
rokok kretek, dan
harga bahan baku seperti cengkeh dan tembakau yang
melonjak, membuat industri rokok skala kecil memilih untuk gulung tikar (Tempo, 2014)
dalam Putra (2014). Berikut adalah informasi mengenai konsumsi rokok beberapa
negara di dunia menurut WHO.
Gambar 1
Tingkat Konsumsi Rokok Beberapa
Negara Di Dunia
Tahun 2008
Banyak perusahaan rokok
di Indonesia, diantara yang terbesar adalah PT HM SampoernaTbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Kedua perusahaan rokok ini menguasai
sebagian besar pangsa pasar khususnya di Indonesia. Secara garis besar, laba
yang diperoleh kedua perusahaan ini meningkat dari tahun 2011-2014. Namun
presentase kenaikan harga saham perlembar kedua perusahaan ini pada tahun
2011-2014 tidak sebanding dengan presentase kenaikan laba bersih kedua
perusahaan perusahaan tersebut pada rentang waktu yang sama. Berikut adalah
informasi pangsa pasar beberapa perusahaan rokokdi indonesia.
Gambar 2
Tingkat Pangsa Pasar Beberapa
Perusahaan Rokok Di Indonesia
Tahun 1998-2008
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka tujuan dari
penulisan ini ialah untuk mengukur dan menganalisis kinerja keuangan PT
HM Sampoerna Tbk dan PT Gudang Garam Tbk dengan menggunakan metode EVA dan MVA.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas maka
dirumuskan permasalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana kinerja
keuangan PT HM Sampoerna Tbk dan
PT Gudang Garam Tbk jika diukur dengan menggunakan
pendekatan Economic Value
Added (EVA) dan Market Value
Added (MVA) ?
2.
Bagaimana
perbandingan kinerja keuangan
PT HM Sampoerna Tbk dan PT Gudang Garam Tbk jika diukur dengan
pendekatan Economic
Value Added (EVA) dan Market
Value Added (MVA) ?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengukur kinerja keuangan
PT HM Sampoerna Tbk dan PT Gudang Garam Tbk dengan menggunakan
pendekatan Economic Value
Added (EVA) dan Market Value
Added (MVA).
2. Untuk
membandingkan kinerja keuangan PT HM
Sampoerna Tbk dan PT Gudang Garam Tbk dengan
menggunakan pendekatan Economic
Value Added (EVA) dan Market
Value Added (MVA).
D.
Batasan
Penelitian
Karena banyaknya
perusahaan rokok yang ada di Indonesia, maka dalam penelitian ini hanya
dibatasi pada PT. Hm Sampoerna, Tbk Dan PT.
Gudang Garam, Tbk tahun 2011-2014.
E.
Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai tambahan informasi yang
dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan
dibidang keuangan berdasar
metode Economic Value Added(EVA) dan Market Value Added (MVA). Selain
itu, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment